Tanjung Balai|delinews24.net – Sebuah putusan perdata bernomor 45/Pdt.G/2022/PN Tjb yang pernah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai pada 2022 silam kini menjadi sorotan. Pasalnya, So Huan, yang namanya tercantum sebagai penggugat dalam putusan tersebut, menyangkal pernah mengajukan gugatan terhadap Wahab Ardianto. Ia juga menegaskan tidak pernah memberikan kuasa khusus kepada pengacara Syahrunsyah, SH., MH untuk mengajukan gugatan perdata.
Bingung dengan keberadaan putusan tersebut, pada Selasa (8/7/2025), So Huan mendatangi PN Tanjung Balai untuk meminta penjelasan. Ia diterima oleh Panitera Manarsar Siagian, SH di ruang tunggu pengunjung. Dalam pertemuan itu, So Huan menegaskan bahwa ia hanya memberikan kuasa kepada Syahrunsyah untuk urusan konsinyasi, bukan untuk membuat gugatan perdata.
PN Tanjung Balai: “Kami Tidak Tahu Siapa yang Suruh Buat Gugatan”
Manarsar Siagian mengaku pihak pengadilan tidak mengetahui asal muasal gugatan tersebut. Ia menjelaskan bahwa proses peradilan telah berjalan hingga menghasilkan putusan, namun PN Tanjung Balai tidak mengecek secara detail siapa yang sebenarnya memberikan kuasa kepada Syahrunsyah.
“Kalau masalah perkara yang begini, mana lah kami tau, Pak. Soalnya prosesnya telah berjalan, sampai ada putusan kan. Mana lah kami sampai mendetail siapa yang apa surat kuasa itu. Yah, sama si Syahrunsyah lah, sama si Amri ini,” ujar Manarsar sambil membaca salinan putusan.
So Huan: “Saya Hanya Diminta Beri Kuasa untuk Konsinyasi”
So Huan mengungkapkan bahwa pada 22 Agustus 2022, ia diantar oleh Ahai Sutanto menemui Yanti Suryani, SH., MH—yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua PN Tanjung Balai—di rumah dinasnya sekitar pukul 21.10 WIB. Pertemuan itu membahas konsinyasi atas lahan SHM No. 75 milik Wahab Ardianto. Hingga kini, uang konsinyasi sebesar Rp670 juta masih disimpan di PN Tanjung Balai.
“Memang pernah sekali Pak Syahrun minta agar saya memberi kuasa lagi kepadanya, itu pun atas perintah eks Ketua PN Tanjung Balai. Tapi saya tidak bersedia memberi kuasa baru. Putusan itu awalnya saya pikir putusan konsinyasi, setelah saya baca dan cermati, ternyata putusan gugatan perdata,” jelas So Huan.
Ia menduga ada oknum nakal yang membuat surat kuasa khusus palsu dengan mencatut namanya. Karena itu, ia berencana melaporkan kasus ini ke polisi.
“Kalau saya tidak ada buat, berarti ada kuasa palsu atau sengaja dipalsukan. Saya akan segera buat laporan polisi terkait hal itu, agar semua misteri ini dapat diungkap,” tegasnya.
Syahrunsyah dan Yanti Suryani Belum Beri Keterangan
Wartawan berusaha mengonfirmasi hal ini kepada Syahrunsyah, SH., MH, namun saat dikunjungi di kediamannya pada Sabtu (12/7/2025), ia tidak berada di tempat. Upaya konfirmasi via pesan WhatsApp juga tidak dibalas hingga berita ini diturunkan.
Sementara itu, Yanti Suryani, SH., MH—yang kini menjabat sebagai Ketua PN Kisaran—juga belum memberikan keterangan resmi. Wartawan telah mengirimkan konfirmasi tertulis, namun belum mendapat tanggapan.
Analisis: Potensi Maladministrasi dan Pelanggaran Etik
Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius terkait prosedur peradilan di PN Tanjung Balai. Beberapa hal yang patut diinvestigasi lebih lanjut:
-
Validitas Surat Kuasa Khusus – Apakah benar ada pemalsuan dokumen?
-
Peran Pengacara Syahrunsyah – Mengapa ia mengajukan gugatan tanpa persetujuan klien?
-
Keterlibatan Mantan Ketua PN Tanjung Balai – Apakah Yanti Suryani mengetahui hal ini?
Jika terbukti ada pemalsuan dokumen atau malpraktik, kasus ini bisa berujung pada proses hukum pidana maupun sanksi dari Mahkamah Agung.
Apa Langkah Selanjutnya?
So Huan menyatakan akan segera melaporkan kasus ini ke Kepolisian Resor Tanjung Balai dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA). Hasil investigasi akan menentukan apakah ada tindak pidana pemalsuan atau pelanggaran kode etik peradilan.
Sementara itu, publik menunggu klarifikasi dari Syahrunsyah dan Yanti Suryani untuk mengungkap kebenaran di balik putusan kontroversial ini.