delinews24.net – Sebanyak 87% pengembang game di seluruh dunia kini menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat dan mengoptimalkan proses produksi. Temuan ini terungkap dalam survei terbaru yang dilakukan Google Cloud dan The Harris Poll pada 20 Juni hingga 9 Juli 2025, terhadap 615 pengembang game dari Amerika Serikat, Korea Selatan, Norwegia, Finlandia, dan Swedia.
Agen AI Dominasi Proses Produksi Game
Survei menunjukkan bahwa agen AI—AI yang mampu menyelesaikan tugas tanpa intervensi manusia—telah dimanfaatkan oleh sebagian besar studio game. Sebanyak 44% developer menggunakannya untuk mengoptimalkan konten dan memproses data (teks, suara, kode, audio, video), sementara 33-38% memanfaatkannya untuk pembuatan tutorial, penyeimbangan gameplay, moderasi konten, peningkatan audio-visual, dan interaksi lingkungan.
AI Ubah Struktur Tim dan Kolaborasi
Penerapan AI tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga mengubah struktur tim pengembang. Sebanyak 62% responden menyatakan munculnya peran baru yang berfokus pada AI, sementara 56% menyebut peran lama berevolusi dengan tugas berbasis AI. Lebih dari 80% developer yakin AI mempercepat kolaborasi, terutama dalam problem solving (84%), quality control (83%), dan brainstorming.
Penghematan Biaya dan Model Bisnis Baru
Sebanyak 94% developer percaya AI dapat mengurangi biaya produksi game dalam jangka panjang, khususnya untuk proyek yang memakan waktu lebih dari tiga tahun. Selain itu, 40% meyakini AI mampu menciptakan model bisnis atau strategi pengembangan game yang inovatif.
Tantangan dan Kekhawatiran Terkait AI
Di balik manfaatnya, adopsi AI dalam industri game menuai kekhawatiran. Sebanyak 63% developer menyoroti isu kepemilikan data, termasuk privasi data pemain (35%), lisensi game yang tidak jelas (32%), dan kepemilikan konten hasil AI (32%). Hambatan lain meliputi kesulitan mengukur keberhasilan implementasi AI (25%), biaya integrasi tinggi (24%), dan keterbatasan data yang dapat diakses AI (23%).
AI di Tengah Gelombang PHK Industri Game
Survei ini dirilis di tengah kondisi industri game yang dilanda gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Sejak 2022, lebih dari 35.000 pekerja di sektor game kehilangan pekerjaan. AI dianggap sebagai solusi efisiensi, tetapi juga memicu kekhawatiran atas masa tenaga kerja manusia.