delinews24.net – Bisnis afiliasi dan multi-level marketing (MLM) kerap digadang-gadang sebagai cara cepat meraih kebebasan finansial. Namun, di balik janji kemewahan, tersimpan kisah pilu para korban yang justru terlilit hutang. Data Komnas Perlindungan Konsumen (2023) mencatat peningkatan pengaduan masyarakat terkait praktik bisnis afiliasi yang merugikan, dengan total kerugian mencapai miliaran rupiah. Lantas, bagaimana bisnis ini bisa berubah dari sumber inspirasi menjadi jeratan finansial?
Fakta di Balik Maraknya Bisnis Afiliasi
Bisnis afiliasi berkembang pesat seiring dengan digitalisasi, terutama melalui media sosial dan platform e-commerce. Namun, investigasi [Nama Media] menemukan bahwa tidak semua program afiliasi berjalan dengan transparan. Beberapa pola yang kerap muncul:
-
Biaya Awal yang Membebani
Sejumlah perusahaan mewajibkan calon anggota membeli produk atau membayar biaya pendaftaran tinggi—mulai dari Rp1 juta hingga Rp10 juta—sebagai syarat bergabung. Padahal, produk yang dijual sering kali bernilai rendah atau sulit dipasarkan. -
Janji Penghasilan yang Tidak Realistis
Riset Federal Trade Commission (FTC) AS (2022) menyebutkan, hanya 1% peserta MLM/afiliasi yang benar-benar untung besar, sementara 99% lainnya gagal balik modal atau malah merugi. Di Indonesia, pola serupa terlihat dalam kasus Tianjin Charger dan OctaFX, yang menjerat ribuan korban. -
Tekanan Sistem Downline
Banyak korban mengaku dipaksa terus merekrut anggota baru untuk mendapatkan bonus, bahkan sampai meminjam uang. “Saya terpaksa pinjam ke rentenir demi memenuhi target,” kisah Andi (32), salah satu korban dari Bandung.
Modus Operandi yang Kerap Terjadi
Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BPOM, berikut skema yang sering dipakai pelaku bisnis afiliasi bermasalah:
-
Testimoni Palsu: Penggunaan foto dan cerita sukses fiktif untuk menarik calon anggota.
-
Skema Piramida Terselubung: Perusahaan lebih fokus pada perekrutan anggota daripada penjualan produk.
-
Tidak Ada Transparansi: Banyak korban tidak menerima pembayaran komisi meski sudah memenuhi syarat.
Dampak Sosial dan Finansial yang Parah
-
Hutang Menumpuk
Sejumlah korban mengaku terjerat hutang hingga ratusan juta rupiah, baik dari pinjaman online, bank, maupun rentenir. -
Masalah Psikologis
“Banyak korban mengalami stres berat, bahkan depresi, karena merasa tertipu dan tidak bisa melunasi hutang,” ujar psikolog klinis, Dr. Rina Mahdiana. -
Rusaknya Hubungan Sosial
Beberapa korban sampai dikucilkan keluarga karena dianggap ceroboh dalam mengambil keputusan finansial.
Respons Pemerintah dan Upaya Penertiban
-
Blokir Bisnis Ilegal
OJK dan Kemenkumham telah menutup puluhan perusahaan afiliasi/MLM tidak berizin, seperti Binomo dan Tianjin Charger. -
Edukasi Literasi Finansial
OJK gencar mengampanyekan “Cek, Ricek, Cermati” sebelum bergabung dengan program investasi atau afiliasi. -
Perlindungan Hukum
Korban bisa melaporkan perusahaan mencurigakan ke Bareskrim Polri atau Komnas Perlindungan Konsumen.
Kesimpulan dan Peringatan untuk Masyarakat
Bisnis afiliasi sah bisa menjadi peluang, tetapi masyarakat harus waspada terhadap penipuan. Berikut tanda-tanda afiliasi bermasalah:
-
Meminta biaya pendaftaran besar.
-
Menjanjikan keuntungan instan tanpa kerja keras.
-
Lebih fokus pada perekrutan anggota daripada penjualan produk.
“Jangan mudah tergiur iming-iming kaya cepat. Selalu teliti sebelum berinvestasi,” tegas Nurul Huda, Kepala Divisi Edukasi OJK.