Example floating
Example floating
HukumNASIONAL

Ketua PERADI Nilai RUU KUHAP Belum Siap Diundangkan, Partisipasi Publik Dipertanyakan

84
×

Ketua PERADI Nilai RUU KUHAP Belum Siap Diundangkan, Partisipasi Publik Dipertanyakan

Share this article
Luhut MP Pangaribuan (Ketua Umum Peradi)

delinews24.net – Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Luhut MP Pangaribuan, menilai Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) belum memenuhi syarat untuk diundangkan. Kritik ini disampaikan menanggapi pembahasan RUU KUHAP oleh Komisi III DPR RI, yang disebut belum menyerap masukan secara bermakna (meaningful participation).

“RUU KUHAP belum siap diundangkan. Masukan dari akademisi hukum pidana dan Peradi belum dibahas. Ini menunjukkan ketiadaan partisipasi yang substantif,” tegas Luhut dalam keterangan resmi, Rabu (23/7/2025).

Peradi telah mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), termasuk usulan agar KUHAP diubah menjadi Undang-Undang Cipta Keadilan yang mengintegrasikan kewenangan polisi, jaksa, advokat, dan hakim dalam satu payung hukum. “KUHAP harus menjadi unifikasi dan kodifikasi hukum sekaligus,” jelasnya.

Pembaharan Diperpanjang, KPK Soroti 17 Masalah
Di sisi lain, Komisi III DPR RI mengakui pembahasan RUU KUHAP akan berlanjut pada masa sidang berikutnya. Ketua Komisi III, Habiburokhman, menyatakan Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) belum menyelesaikan perbaikan naskah.

“Pembahasan akan dilanjutkan karena masih ada agenda pencermatan dan masukan dari KPK, YLBHI, hingga praktisi seperti Hotman Paris,” ujar Habiburokhman, Jumat (18/7/2025). Ia menegaskan komitmen transparansi, meski kritik dari Peradi dan KPK menguat.

KPK sendiri telah mengidentifikasi 17 masalah krusial dalam RUU KUHAP, terutama terkait pelemahan kewenangan lembaga antirasuah. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan, draf tersebut tidak sinkron dengan UU KPK, seperti hilangnya sifat lex specialis KPK, pembatasan penyelidikan, dan mekanisme penyadapan yang lebih ketat.

“Penyelidik KPK tidak diakomodasi, sementara penyitaan dan penyadapan harus melalui persetujuan Pengadilan Negeri—berbeda dengan kewenangan KPK saat ini,” papar Budi, Kamis (17/7/2025).

Tuntutan Revisi Mendesak
Polemik RUU KUHAP menyoroti dua isu utama:

Prosedural: Minimnya partisipasi publik, seperti dikeluhkan Peradi.

Substansi: Ancaman terhadap efektivitas penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi.

Habiburokhman menegaskan DPR terbuka terhadap masukan, tetapi Luhut menekankan, “Jika masukan ditolak, harus ada penjelasan resmi.” Sementara KPK mendesak revisi untuk memastikan RUU KUHAP tidak melemahkan lembaga yang memiliki kekhususan.

Apa Selanjutnya?
Pembahasan RUU KUHAP akan menjadi ujian bagi DPR dan pemerintah dalam menyeimbangkan aspirasi publik dengan kepentingan sistem peradilan. Jika tidak ada perubahan signifikan, potensi konflik antarlembaga penegak hukum dan penolakan dari kalangan profesional hukum mungkin tak terhindarkan.

Example 120x600