delinews24.net – Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi sorotan setelah mengungkap kasus sindikat judi online yang diduga “merugikan bandar judi”. Penangkapan lima orang pelaku oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) memantik polemik di publik, terutama terkait narasi “kerugian bandar” yang dianggap kontradiktif dengan tugas penegakan hukum.
Latar Belakang Kasus
Berdasarkan penjelasan Polda DIY, penindakan ini berawal dari laporan warga mengenai aktivitas mencurigakan sekelompok orang yang memanipulasi sistem judi online. Kelima tersangka—empat operator dan satu koordinator berinisial RDS—dituduh memanfaatkan promo deposit untuk pemain baru dengan membuat banyak akun, sehingga merugikan bandar judi.
AKBP Slamet Riyanto, Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda DIY, menegaskan bahwa operasi ini murni penegakan hukum. “Siapa pun yang terlibat judi online, baik pemain, bandar, atau promotor, akan kami tindak,” tegasnya. Namun, penekanan pada “kerugian bandar” dalam pemberitaan justru memunculkan pertanyaan: Apakah kepolisian secara tidak langsung melindungi kepentingan bandar?
Kritik Publik dan Skeptisisme
Beberapa kalangan mempertanyakan logika di balik penangkapan ini. “Lucu sekali polisi menangkap orang karena merugikan bandar judi. Bandar judi sendiri kan ilegal. Jadi siapa yang sebenarnya dilindungi?” tanya seorang netizen di media sosial.
Pertanyaan serupa dilontarkan pengamat hukum, Ahmad Faisal: “Jika yang melapor adalah bandar judi, maka ini berbahaya. Polisi harus transparan: siapa ‘warga’ yang melapor? Jangan sampai oknum bandar memanfaatkan aparat untuk balas dendam.”
Polda DIY membantah tuduhan melindungi bandar. Kabid Humas Kombes Ihsan menyatakan bahwa laporan berasal dari masyarakat yang peduli. “Kami apresiasi partisipasi warga dalam melaporkan kejahatan. Tidak ada toleransi untuk judi,” ujarnya.
Analisis Hukum dan Kredibilitas Institusi
Menurut UU No. 7/1974 tentang Penertiban Perjudian, semua pihak terkait judi—termasuk bandar—dapat dipidana. Oleh karena itu, penegakan hukum harus konsisten. “Polisi harus fokus memberantas seluruh rantai judi, bukan hanya pemain atau oknum tertentu,” kata pengamat kriminalologi, Dr. Rina Wijayanti.
Jika Polda DIY serius memberantas judi, langkah selanjutnya adalah mengusut sumber pendanaan dan bandar di balik situs-situs tersebut. Tanpa itu, penangkapan ini berisiko dianggap sebagai “pemilihan kasus” yang tidak menyentuh akar masalah.
Tuntutan Transparansi
Publik menunggu klarifikasi lebih lanjut:
- Siapa pelapor sebenarnya? Apakah benar berasal dari masyarakat umum atau ada kepentingan tertentu?
- Apakah Polda DIY akan mengusut bandar judi yang dirugikan? Jika tidak, ini bisa menjadi preseden buruk.
- Bagaimana konsistensi penindakan judi online di tingkat nasional? Jangan sampai ada kesan “main mata” dengan bandar.
Penutup
Kasus ini menguji kredibilitas penegak hukum. Di satu sisi, Polda DIY menegaskan komitmennya memberantas judi. Di sisi lain, narasi “kerugian bandar” justru menimbulkan kecurigaan. “Polisi harus lebih hati-hati dalam menyampaikan informasi agar tidak memberi kesan ambigu,” pungkas Rina.
Kini, sorotan beralih ke langkah Polda DIY selanjutnya: apakah hanya berhenti di lima tersangka, atau benar-benar membersihkan jaringan judi dari hulu ke hilir?