Scroll untuk baca berita
Example floating
Example floating
HeadlineHukum

YLBHI: Aksi Tolak RUU TNI Diwarnai Kekerasan, Koalisi Sipil Luncurkan Pusat Data Kekerasan Nasional

28
×

YLBHI: Aksi Tolak RUU TNI Diwarnai Kekerasan, Koalisi Sipil Luncurkan Pusat Data Kekerasan Nasional

Share this article
YLBHI LUNCURKAN PUSAT DATA NASIONAL

Jakarta, 10 April 2025 – Gelombang penolakan terhadap pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) terus berlanjut, diiringi dengan laporan sejumlah tindak kekerasan dalam pengamanan demonstrasi. Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) meluncurkan Pusat Data Kekerasan Nasional untuk mendokumentasikan pola represif yang terjadi selama aksi unjuk rasa.

Latar Belakang: Pengesahan RUU TNI yang Kontroversial

Pemerintah resmi mengesahkan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada 20 Maret 2025, meski mendapat penolakan luas dari berbagai elemen masyarakat. Proses pembahasan yang dinilai tidak transparan dan melanggar prosedur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi salah satu alasan penolakan.

Selain itu, sejumlah pasal dalam revisi ini menuai kritik, antara lain:

  • Pasal 7 tentang perluasan operasi militer selain perang (OMSP) yang dikhawatirkan melebarkan peran TNI di ranah sipil.
  • Pasal 47 yang membuka peluang prajurit aktif menduduki jabatan publik, mengancam supremasi sipil.
  • Pasal 53 tentang perpanjangan batas usia pensiun, yang berpotensi mempertahankan dominasi militer dalam birokrasi.

Kritik utama terhadap revisi ini adalah kekhawatiran kembalinya “dwifungsi ABRI” seperti era Orde Baru, di mana militer memiliki peran ganda di bidang politik dan keamanan.

Aksi Demonstrasi dan Pola Kekerasan yang Terstruktur

Sejak pengesahan RUU TNI, gelombang protes muncul di berbagai daerah dengan tagar #TolakRUUTNI dan #KembalikanTNIkeBarak yang viral di media sosial. Namun, aksi-aksi tersebut kerap diwarnai dengan tindak kekerasan oleh aparat, baik melalui tindakan langsung (commissions) maupun pembiaran (omissions).

TAUD mencatat beberapa pola represif yang terjadi:

  1. Penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan dalam membubarkan massa.
  2. Penangkapan sewenang-wenang terhadap peserta aksi.
  3. Pembatasan ruang demokrasi dengan pemberlakuan izin demonstrasi yang ketat.

Menurut TAUD, hal ini menunjukkan adanya pola berulang dan sistematis dalam upaya membungkam suara kritis masyarakat.

Peluncuran Pusat Data Kekerasan Nasional

Untuk mendokumentasikan dan mengadvokasi kasus-kasus kekerasan dalam aksi unjuk rasa, TAUD meluncurkan Pusat Data Kekerasan Nasional. Lembaga ini bertujuan untuk:

  • Mencatat setiap insiden represi dalam unjuk rasa.
  • Memberikan bantuan hukum bagi korban kekerasan.
  • Mendorong akuntabilitas aparat melalui jalur hukum dan tekanan publik.

“Kami melihat ada pola yang terstruktur dalam tindakan represif ini. Ini bukan sekadar insiden sporadis, melainkan upaya sistematis untuk menekan kritik terhadap kebijakan pemerintah,” tegas perwakilan TAUD dalam siaran persnya.

Respons Publik dan Tuntutan ke Depan

Masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR untuk:

Mengkaji ulang revisi UU TNI dengan melibatkan partisipasi publik.
Menghentikan tindak kekerasan terhadap demonstran.
Memastikan proses hukum yang transparan bagi aparat yang melakukan pelanggaran HAM.

Dengan peluncuran Pusat Data Kekerasan Nasional, diharapkan ada pengawasan lebih kuat terhadap tindakan represif sekaligus perlindungan bagi ruang demokrasi di Indonesia.

Kesimpulan

Pengesahan RUU TNI telah memicu gelombang protes yang direspons dengan tindakan keras oleh aparat. Koalisi masyarakat sipil kini memperkuat dokumentasi dan advokasi melalui Pusat Data Kekerasan Nasional, menuntut akuntabilitas dan perlindungan kebebasan berekspresi.

“Kami akan terus memantau dan melaporkan setiap tindakan represif. Demokrasi tidak boleh dikorbankan demi perluasan peran militer,” tegas TAUD.

#TolakRUUTNI #DemokrasiTanpaKekerasan

(Artikel ini disusun berdasarkan siaran pers resmi dari Tim Advokasi Untuk Demokrasi/TAUD)

Gambar Pendukung:

1. Foto aksi demonstrasi penolakan RUU TNI (spanduk dan massa).
2. Infografis perubahan pasal kontroversial dalam RUU TNI.
3. Potret korban kekerasan dalam unjuk rasa.
4. Logo Pusat Data Kekerasan Nasional.

Dengan pemberitaan ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya kontrol sipil terhadap militer dan perlindungan hak demokrasi.

Example 120x600