Scroll untuk baca berita
Example floating
Example floating
Kota BinjaiPeristiwa

3 Tahun Laporan Penganiayaan Mangkrak Rentenir di Binjai Seolah Kebal Hukum

587
×

3 Tahun Laporan Penganiayaan Mangkrak Rentenir di Binjai Seolah Kebal Hukum

Share this article

Binjai, Sumatera Utara – Sebuah kasus kekerasan dan perampasan hak asasi manusia (HAM) yang melibatkan rentenir di Kota Binjai, Sumatera Utara, hingga kini belum menemui titik terang. Korban, Ermawati (48) dan adiknya, Agus Irfansyah (40), mengalami penyiksaan, penculikan, dan pemerasan oleh sekelompok rentenir yang diduga “kebal hukum”. Ironisnya, laporan polisi yang diajukan sejak Desember 2022 belum ditindaklanjuti secara serius oleh Polres Binjai, memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk Lembaga Bantuan Hukum Perlindungan Anak & Perempuan Indonesia (LBH PAPI).

Awal Tragedi: Pinjaman yang Berujung Petaka

Kasus ini bermula pada 5 November 2022, ketika Ermawati meminjamkan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada temannya, Heni, untuk mengajukan pinjaman sebesar Rp1 juta. Heni mengaku sedang mengalami kesulitan keuangan, dan Ermawati yang berbaik hati menyetujui permintaan tersebut.

Namun, niat membantu justru berbalik menjadi bencana. Heni menghilang tanpa membayar utang, dan pada 10 Desember 2022, sekelompok rentenir mendatangi rumah Ermawati untuk menagih. Ketika Ermawati tidak mampu melunasi, keributan pun terjadi. Agus Irfansyah, adik Ermawati, yang mencoba melerai, justru menjadi sasaran amuk massa.

Kekerasan Brutalis dan Penculikan

Sekitar puluhan orang—diduga anggota kelompok rentenir—tiba dengan tiga mobil dan empat sepeda motor. Mereka merangsek masuk ke rumah Agus, merusak properti, dan melakukan penganiayaan terhadap kedua kakak beradik tersebut. Ermawati dan Agus dipukuli, ditendang, bahkan diinjak-injak oleh pelaku yang diduga merupakan Erwin Sitepu (ES) dan Perganita Sitepu (PS).

Lebih mengerikan lagi, keduanya kemudian diculik dan dibawa ke Tanjung Jati, Binjai Barat. Di sana, mereka kembali disiksa dengan menggunakan fiber. Pelaku lain yang terlibat, Sri Ulina Sembiring (SUS), turut melakukan kekerasan fisik terhadap korban.

Malam itu juga, Ermawati dan Agus dipindahkan ke Durian Mulo, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat. Ermawati dipaksa bekerja seperti budak—membersihkan rumah, mencuci, dan melakukan pekerjaan rumah tangga tanpa imbalan.

Pemerasan dan Pelepasan dengan Syarat

Keesokan harinya, SUS meminta Ermawati melunasi “utang” sebesar Rp75 juta dengan alasan bahwa dua anggota kelompok mereka kehilangan kalung emas saat penyerangan di rumah Agus. Dalam kondisi tertekan dan takut disiksa kembali, Ermawati terpaksa menyerahkan surat tanah miliknya.

Meski dokumen berharga itu sudah diserahkan, mereka tidak langsung dibebaskan. Baru pada 12 Desember 2022, PS membawa Ermawati ke kantor desa untuk membuat surat perdamaian. Anehnya, setelah proses tersebut, Polres Binjai tiba-tiba menjemput kedua korban—tanpa menangkap para pelaku.

Laporan Polisi yang Mandek: Pertanyaan Besar bagi Penegak Hukum

Sri Mulyani (28), istri Agus Irfansyah, melaporkan kasus ini ke Polres Binjai dengan nomor laporan B/1079/XII/2022/Polres Binjai/Polda Sumut pada 11 Desember 2022. Namun, hingga tiga tahun berlalu, tidak ada perkembangan signifikan.

Frustasi dengan ketidakjelasan hukum, Sri Mulyani akhirnya meminta bantuan LBH PAPI. Ketua Yayasan LBH PAPI, Ukurta Toni Sitepu, SH. CPM, menyatakan keprihatinan mendalam:
“Kejadian ini sangat biadab. Kami meragukan profesionalitas Polres Binjai. Pertanyaannya, apakah kepolisian masih menjadi pelindung masyarakat? Kami akan laporkan oknum-oknum yang terlibat dalam penanganan kasus ini ke Mabes Polri.”

Kokoh Aprianta Bangun, SH. CPM, penasihat hukum korban, menambahkan:
“Kami mendesak Kapolres Binjai untuk lebih sensitif terhadap isu HAM. Kasus ini harus segera diselesaikan agar korban mendapat kepastian hukum. Citra kepolisian sedang dipertaruhkan.”

Kekecewaan Masyarakat dan Desakan untuk Tindakan Nyata

Harianto Ginting, SH, MH, CPM, Ketua OA PPKHI Binjai-Langkat, turut menyampaikan kekecewaannya:
“Polres Binjai telah gagal memberikan perlindungan. Penanganan yang lambat selama tiga tahun membuktikan ketidakprofesionalan mereka. Pelaku harus segera ditangkap tanpa syarat.”

Apa yang Harus Dilakukan Selanjutnya?

Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya pengawasan terhadap praktik rentenir ilegal yang sering kali beroperasi di luar hukum. Masyarakat diimbau untuk:

  1. Hindari pinjaman ilegal – Lebih baik mengajukan pinjaman melalui lembaga keuangan resmi.
  2. Laporkan kekerasan segera – Jika mengalami pemerasan atau ancaman, segera hubungi pihak berwajib.
  3. Desak transparansi penegakan hukum – Masyarakat harus terus mendorong polisi untuk bekerja profesional.

Kesimpulan: Perlindungan HAM Harus Jadi Prioritas

Kasus Ermawati dan Agus Irfansyah adalah cermin buruknya penegakan hukum di Indonesia. Jika aparat tidak bertindak tegas, praktik serupa akan terus terulang. LBH PAPI dan berbagai pihak terus mendesak penyelesaian kasus ini agar keadilan benar-benar ditegakkan.

Kami meminta perhatian Kapolri dan Komnas HAM untuk turun tangan menyelidiki kelambanan Polres Binjai. HAM bukanlah barang mainan—setiap warga negara berhak mendapat perlindungan dari negara.


#StopKekerasan #HakAsasiManusia #PolresBinjai #LBHPAPI #KeadilanUntukKorban

Example 120x600