Setiap tahun, Hari Raya Idul Fitri menjadi momen yang dinantikan oleh masyarakat Indonesia.
Selain sebagai waktu untuk berkumpul dengan keluarga, momen ini juga identik dengan peningkatan konsumsi, terutama untuk kebutuhan Lebaran seperti pakaian baru, makanan, dan transportasi pulang kampung.
Namun, tahun ini, suasana perekonomian terasa berbeda. Lesunya perekonomian Indonesia jelang Lebaran terlihat dari penurunan daya beli masyarakat dan perubahan pola penggunaan Tunjangan Hari Raya (THR).
Beberapa faktor menjadi penyebab lesunya perekonomian tahun ini. Pertama, inflasi yang masih tinggi membuat harga-harga kebutuhan pokok melambung. Kedua, ketidakpastian ekonomi global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang. Ketiga, program efisiensi pemerintah pusat yang mengurangi anggaran perjalanan dinas dan proyek-proyek tertentu telah memengaruhi pendapatan sebagian masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada pendapatan tambahan dari kegiatan tersebut.
Akibatnya, banyak masyarakat memilih untuk menyimpan atau menabung THR yang mereka terima, alih-alih menghabiskannya untuk berbelanja kebutuhan Lebaran. Perilaku ini mencerminkan kekhawatiran akan ketidakpastian ekonomi di masa depan. Berikut adalah tiga narasi dari individu dengan latar belakang ekonomi yang berbeda, yang menggambarkan bagaimana mereka memilih untuk menyimpan THR tahun ini.
Makin lemas karena tak ada lagi perjalanan dinas
Pak Budi, seorang PNS di instansi pemerintah pusat, biasanya menggunakan THR-nya untuk membeli kebutuhan Lebaran dan membiayai perjalanan mudik keluarganya. Namun, tahun ini, ia memilih untuk menabung THR-nya. “Dulu, saya sering mendapatkan uang ekstra dari perjalanan dinas. Tapi sejak pemerintah menggalakkan program efisiensi, perjalanan dinas dikurangi drastis. Pendapatan tambahan saya pun hilang,” ujarnya.
Pak Budi mengaku khawatir dengan kondisi keuangannya ke depan. “THR tahun ini saya simpan saja untuk berjaga-jaga. Saya tidak tahu apakah tahun depan pendapatan saya akan tetap stabil atau tidak. Lebih baik menabung daripada menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak terlalu mendesak,” tambahnya.
Nikah tahun ini tanpa resepsi
Sari, seorang pegawai swasta di perusahaan retail, awalnya berencana menggunakan THR-nya untuk menggelar resepsi pernikahan sederhana setelah Lebaran. Namun, ia memutuskan untuk menunda acara tersebut dan menyimpan THR-nya. “Saya dan calon suami memilih untuk tidak menggelar resepsi dulu. Kondisi ekonomi sedang tidak menentu, dan saya khawatir perusahaan tempat saya bekerja akan melakukan PHK,” ungkap Sari.
Ia menjelaskan bahwa banyak rekan kerjanya yang sudah di-PHK dalam beberapa bulan terakhir. “THR ini saya tabung saja untuk berjaga-jaga. Kalau sampai saya kehilangan pekerjaan, setidaknya ada dana darurat yang bisa digunakan,” katanya. Sari juga memilih untuk merayakan Lebaran dengan sederhana tahun ini, tanpa banyak berbelanja.
THR sebagai dana cadangan
Andi, seorang buruh pabrik di kawasan industri, mengaku bahwa THR tahun ini tidak akan ia gunakan untuk berbelanja kebutuhan Lebaran. “Upah saya sebagai buruh pabrik sudah tidak mencukupi untuk biaya hidup sehari-hari, apalagi untuk belanja Lebaran. Harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal, sementara gaji saya tidak naik,” keluhnya.
Ia memilih untuk menyimpan THR-nya sebagai tabungan darurat. “Saya punya keluarga yang harus dihidupi. Daripada menghabiskan THR untuk belanja baju baru atau makanan Lebaran, lebih baik saya simpan uang ini untuk kebutuhan mendesak di masa depan,” ujar Andi. Ia juga mengaku bahwa banyak rekan kerjanya yang melakukan hal serupa, memilih untuk tidak berbelanja secara berlebihan tahun ini.
Lorong panjang ekonomi menuju kegelapan
Perubahan pola penggunaan THR yang terjadi tahun ini mencerminkan sikap hati-hati masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi. Inflasi yang tinggi, ketidakpastian global, dan kebijakan efisiensi pemerintah telah memengaruhi kepercayaan konsumen. Masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke bawah, lebih memprioritaskan tabungan dan dana darurat daripada konsumsi yang bersifat sekunder.
Fenomena ini juga menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi dan keamanan finansial menjadi hal yang paling diutamakan oleh masyarakat. Jika kondisi ini terus berlanjut, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional bisa signifikan. Penurunan konsumsi jelang Lebaran dapat memengaruhi penjualan ritel, industri makanan, dan sektor transportasi, yang biasanya mengalami peningkatan selama musim Lebaran.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memulihkan kepercayaan konsumen dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah dengan menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok dan memberikan insentif bagi sektor-sektor yang terdampak. Selain itu, program perlindungan sosial yang tepat sasaran juga diperlukan untuk membantu masyarakat yang paling rentan secara ekonomi.
Dengan demikian, meskipun lesunya perekonomian jelang Lebaran tahun ini menjadi tantangan, hal ini juga bisa menjadi momentum untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat melalui kebijakan yang pro-rakyat dan berkelanjutan.