delinews24.net – Hari ini, Gerakan Pramuka Indonesia memperingati hari jadinya yang ke-64. Tanggal 14 Agustus dipilih sebagai Hari Pramuka karena pada hari itu di tahun 1961, Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada masyarakat dalam sebuah upacara di Istana Negara. Momen bersejarah tersebut ditandai dengan penyerahan Panji Gerakan Pramuka oleh Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang kemudian ditetapkan sebagai Ketua Kwartir Nasional pertama.
Sejarah Panjang Kepanduan di Indonesia
Gerakan kepanduan di Indonesia telah ada sejak masa kolonial Hindia-Belanda. Pada 1912, sekelompok pandu pertama kali berlatih di Batavia (sekarang Jakarta) di bawah naungan Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Dua tahun kemudian, cabang tersebut memisahkan diri dan membentuk Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV). Baru pada 1916, organisasi kepanduan yang sepenuhnya diisi oleh pribumi Indonesia berdiri, diikuti oleh organisasi berbasis agama dan kesukuan.
Perkembangan kepanduan di Indonesia menarik perhatian Lord Baden-Powell, Bapak Pandu Sedunia, yang mengunjungi Batavia, Semarang, dan Surabaya pada 1934. Pasca-kemerdekaan, Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia digelar di Surakarta pada 27-29 Desember 1945, menghasilkan Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan saat itu.
Namun, pada perkembangannya, kepanduan terpecah menjadi 100 organisasi yang tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Presiden Soekarno kemudian mengambil langkah strategis dengan menggabungkan seluruh organisasi tersebut ke dalam satu wadah bernama Gerakan Pramuka pada 1961.
Peran Sentral Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Sri Sultan Hamengku Buwono IX tidak hanya dikenal sebagai Raja Yogyakarta, tetapi juga sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Keterlibatannya dalam dunia kepanduan dimulai sejak kecil, ketika ia menjadi anggota Welp (Siaga) pada 1921. Pada 1960-an, ia diangkat sebagai Pandu Agung dan bekerja sama dengan Presiden Soekarno untuk mempersatukan seluruh organisasi kepanduan.
Dialah yang mencetuskan nama “Pramuka”, terinspirasi dari kata “Poromuka” (pasukan terdepan) dan singkatan “Praja Muda Karana” (jiwa muda yang berkarya). Selama 13 tahun menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional (1961–1974), ia meletakkan dasar-dasar penting, termasuk:
- Penyusunan Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka
- Penetapan seragam cokelat sebagai identitas Pramuka Indonesia
- Inisiasi Gerakan Tabungan Pramuka dan Perkemahan Wirakarya Nasional
Kontribusinya diakui dunia internasional. Pada 1973, ia menerima Bronze Wolf Award—penghargaan tertinggi dari World Organization of the Scout Movement (WOSM). Sebelumnya, pada 1972, ia juga dianugerahi Silver World Sword oleh Boy Scouts of America.
Pramuka di Era Modern
Kini, setelah 64 tahun, Gerakan Pramuka tetap konsisten dalam membentuk karakter generasi muda melalui nilai-nilai disiplin, kemandirian, dan kebersamaan. Kegiatan seperti Jambore Nasional, Penggalang Berbakat, dan Bakti Sosial terus dilaksanakan untuk memupuk jiwa kepemimpinan dan kecintaan pada tanah air.
Dalam peringatan Hari Pramuka tahun ini, Kwartir Nasional menggelar serangkaian acara, termasuk webinar bertema “Pramuka untuk Indonesia Tangguh” dan penghijauan massal di berbagai daerah. “Warisan Sri Sultan HB IX harus terus dijaga. Pramuka bukan sekadar ekstrakurikuler, tapi laboratorium pembentuk karakter bangsa,” tegas Budi Waseso, Ketua Kwartir Nasional periode 2023–2028.
Penutup
Hari Pramuka bukan hanya sekadar peringatan, melainkan momentum untuk merefleksikan peran gerakan ini dalam membangun Indonesia. Dari masa kolonial hingga kini, Pramuka tetap menjadi wadah yang relevan untuk mencetak pemuda berintegritas, siap melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa.