Example floating
Example floating
Opini

Analisis Mendalam Kerugian Beban Ganda BUMN Energi

14
×

Analisis Mendalam Kerugian Beban Ganda BUMN Energi

Share this article
Subsidi Energi Jadi Bom Waktu, Kesehatan Korporasi Pertamina dan PLN Terancam

delinews24.net

Oleh: Imam Sarianda

Kondisi keuangan dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) raksasa di sektor energi, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), menyajikan sebuah paradoks yang memantik keprihatinan dan analisis mendalam. Di satu sisi, kedua perusahaan ini memegang posisi monopoli absolut—Pertamina di hilir migas dan PLN di ketenagalistrikan. Di sisi lain, laporan kinerja terbaru justru menunjukkan beban kerugian finansial yang fantastis yang harus mereka tanggung, sebuah realitas yang bertolak belakang dengan logika bisnis umumnya.

Akar masalah dari paradoks ini terletak pada peran ganda yang mereka emban. Di beyond sebagai entitas komersial, Pertamina dan PLN difungsikan sebagai buffer atau penyangga pemerintah untuk menstabilkan harga komoditas energi dan menekan laju inflasi. Kewajiban ini memaksa mereka menyerap kebijakan subsidi dengan menjual produk energi jauh di bawah harga keekonomian.

PLN, misalnya, harus menanggung biaya produksi listrik yang melambung tinggi akibat gejolak harga batu bara dan gas alam di pasar global. Sementara itu, tarif listrik yang dijual kepada sebagian besar konsumen tidak mengalami penyesuaian yang memadai untuk menutup kenaikan biaya tersebut. Nasib serupa dialami Pertamina, yang harus menjual bahan bakar jenis Pertalite dan Solar bersubsidi dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah, yang seringkali tidak mencerminkan harga keekonomian yang sesungguhnya.

Monopoli yang seharusnya menjadi sumber keuntungan strategis justru berubah menjadi perangkap. Alih-alih memanfaatkan posisi tunggalnya untuk mencapai efisiensi maksimal dan kesehatan finansial, kedua BUMN ini terpaksa berfungsi sebagai instrumen sosial. Kebijakan ini pada akhirnya mengorbankan kesehatan korporasi dan membebani neraca keuangan mereka secara signifikan.

Situasi ini memunculkan pertanyaan kritis tentang keberlanjutan model bisnis ini dalam jangka panjang. Kerugian yang terus menumpuk bukan hanya merupakan masalah internal korporasi, melainkan juga bom waktu yang suatu saat dapat berubah menjadi beban fiskal bagi negara dan seluruh rakyat Indonesia melalui mekanisme penyertaan modal atau penjaminan utang.

Para pengamat ekonomi mendorong dilakukannya evaluasi mendasar terhadap paradigma pengelolaan BUMN energi. Perlunya transparansi dalam perhitungan beban subsidi, efisiensi operasional yang lebih ketat, serta desain skema subsidi yang lebih tepat sasaran menjadi hal yang mendesak untuk dibahas. Tujuannya agar Pertamina dan PLN tidak terus-menerus ‘mati gaya’ di ujung tebing, terjepit antara kewajiban melayani publik dan tuntutan untuk menjaga sustainability bisnis mereka. Tanpa langkah korektif yang berani, paradoks monopoli yang merugi ini akan terus menjadi momok dalam perekonomian nasional.

Example 120x600