Scroll untuk baca berita
Example 325x300
Example floating
Example floating
CERPEN

Hati Yang Hilang

128
×

Hati Yang Hilang

Share this article

Di sebuah kafe kecil di sudut Kota Medan, Dina duduk di meja favoritnya, tepat di samping jendela besar yang menghadap ke jalan. Hujan rintik-rintik membasahi kaca, dan Dina menggerakkan jarinya mengikuti aliran tetesan air yang turun. Tangannya memegang secangkir cappuccino yang hampir dingin, sementara di depannya terbuka sebuah naskah buku berjudul “Kisah di Antara Jendela”.

Hari ini seharusnya menjadi hari produktif untuk Dina, seorang ilustrator buku anak-anak yang cukup dikenal. Tapi pikirannya melayang, seperti biasa, ke seseorang yang sudah berbulan-bulan tak lagi ada di hidupnya: Rama. Arsitek perfeksionis itu, yang dulu membuat dunianya berwarna, tiba-tiba pergi tanpa penjelasan. Satu-satunya yang ia tinggalkan hanyalah pesan singkat di ponsel Dina, “Maaf, aku butuh waktu.” Waktu untuk apa? Dina tak pernah tahu.

“Lho, Mbak Dina ngelamun lagi ya?” suara Barista kafe, Rani, membuyarkan lamunan Dina. Dina tersenyum tipis, mencoba menutupi suasana hatinya yang keruh.

“Enggak kok, lagi baca naskah ini aja,” jawab Dina sambil menunjuk tumpukan kertas di depannya. Padahal, ia bahkan belum membaca satu kalimat pun sejak membuka naskah itu tadi pagi.

“Buku baru ya? Kayaknya seru!” kata Rani sambil melirik sampul naskah. Di pojok kanan bawah tertulis nama penulisnya: “R”. Hanya satu huruf, tanpa keterangan lebih lanjut.

Dina mengangguk. “Ya, katanya penulis baru. Tapi kok ya aneh banget, nama penanya cuma satu huruf.”

Setelah Rani pergi, Dina mulai membuka halaman pertama naskah itu. Baris demi baris kata melompat dari kertas, membentuk dunia dongeng yang penuh misteri. Tapi semakin ia membaca, Dina merasakan sesuatu yang aneh. Ceritanya terlalu familiar. Terlalu… mirip dengan kisah cintanya sendiri. Tentang seorang gadis yang bertemu pria sempurna, membangun mimpi bersama, lalu kehilangan segalanya tanpa tahu sebabnya. Bahkan detail kecil, seperti bagaimana pria itu suka menyelipkan selingan humor cerdas di tengah obrolan serius, terasa seperti Rama.

“Enggak mungkin,” bisik Dina pada dirinya sendiri. Tapi hatinya terusik. Ia mulai bertanya-tanya, siapa sebenarnya “R”? Apakah mungkin ini adalah Rama yang mencoba berbicara padanya melalui cara yang tak biasa? Atau ini hanya kebetulan belaka?

Dina memutuskan untuk melanjutkan membaca naskah itu di rumah. Setelah berjam-jam, ia menyelesaikan cerita itu, tapi perasaan gelisahnya justru semakin menjadi-jadi. Ia butuh jawaban. Ia butuh tahu siapa “R”.

Keesokan harinya, Dina menghubungi Adi, editor buku yang bekerja sama dengannya. Adi adalah pria yang ceria dan humoris, tipe orang yang selalu tahu cara mencairkan suasana.

“Halo, Mas Adi, aku butuh bantuan,” kata Dina tanpa basa-basi.

“Tentu! Selama bukan bantuan pinjam uang, aku pasti siap,” gurau Adi.

“Aku mau tahu, siapa penulis buku ini? Yang namanya cuma pakai huruf ‘R’ itu.”

Adi terdiam sejenak di ujung telepon. “Hmm, sejujurnya aku juga nggak tahu siapa dia. Dia ngirim naskah ini lewat email anonim. Tapi dari caranya menulis, aku rasa dia pernah dekat sama kamu.”

Dina tercekat. “Maksudnya?”

“Yah, ada banyak detail di ceritanya yang, gimana ya, mirip banget sama kamu. Aku nggak tahu apa ini kebetulan atau sengaja, tapi aku rasa kamu harus siap-siap kalau ini ada hubungannya sama masa lalu kamu.”

Malam itu, Dina duduk di ruang kerjanya yang penuh dengan kanvas dan alat gambar. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan menggambar, tapi bayangan Rama terus menghantuinya. Apa benar Rama adalah “R”? Jika iya, kenapa dia memilih cara ini untuk berbicara? Kenapa tidak datang langsung?

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Hanya ada satu kalimat di sana: “Kamu sudah membaca ceritaku?”

Jantung Dina berdegup kencang. Ia mengetik balasan dengan tangan gemetar. “Siapa ini?”

Balasan datang dalam hitungan detik. “Orang yang pernah meninggalkanmu karena alasan yang tak pernah kamu pahami. Bisakah kita bertemu?”

Dina terdiam. Pesan itu membawa kembali kenangan yang selama ini ia coba kubur dalam-dalam. Apakah ia siap menghadapi Rama lagi? Apakah ia siap mendengar penjelasan yang selama ini ia tunggu-tunggu?

Example 120x600