Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Dua puluh tahun yang silam, tepatnya tahun 2003, dunia pemberitaan dihebohkan dengan kabar yang mengherankan sekaligus menjijikkan. Sebuah mayat hilang dan saat ditemukan kembali dalam keadaan tak utuh lagi.
Kisahnya bermula dengan hilangnya mayat seorang wanita tua dari kuburnya. Setelah diselidiki, ternyata mayat tersebut telah berpindah kuburan ke halaman rumah seseorang.
Namun anehnya, beberapa bagian anggota tubuhnya telah hilang. Singkat cerita, Sumanto (maaf bila memiliki nama yang sama) mengaku telah mencuri dan menyantap beberapa bagian mayat tadi. Sedang sisanya ia kuburkan di halaman depan rumahnya.
Dalam penyelidikan terungkap, ternyata Sumanto bukan hanya menyantap mayat tersebut, setidaknya dua mayat lain juga pernah ia cicipi dagingnya. Dan menurutnya, daging manusia itu enak.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Pernyataan Sumanto di atas, sekalipun terdengar gila dan aneh, namun ada benarnya. Buktinya, daging manusia termasuk menu yang banyak disantap manusia, termasuk kita. Bahkan dalam satu hari, kita mampu menelan banyak daging manusia. Sebab Allah menyerupakan mereka yang melakukan ghibah seperti menyantap bangkai orang lain.
“Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing (ghibah) kepada sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang diantara kalian memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian membencinya. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Pengasih.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Kendati ayat di atas sangat jelas, bila kita mau jujur, hampir setiap hari kita melakukan ghibah. Padahal Allah SWT telah mengingatkan, apa tidak jijik? Ya, mungkin karena “lezat dan gurihnya” kita tak merasa jijik lagi.
Ghibah adalah menyebutkan, membuka, dan membongkar aib seseorang dengan maksud jelek. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari shahabat Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian beliau bersabda:
“Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia membecinya, jika yang engkau sebutkan tadi benar-benar ada pada saudaramu sungguh engkau telah berbuat ghibah, sedangkan jika itu tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan atasnya.”
Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya: “Sungguh telah disebutkan (dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam konteks celaan yang menghinakan. Karena itu Allah SWT menyerupakan orang yang berbuat ghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya. Tentu saja, ancamannya lebih dahsyat dari permisalan itu.
Membicarakan aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain terbilang remeh, ringan dan begitu gampang meluncur dari lisan kita. Seolah-olah obrolan kita tidak asyik bila tidak membincang kekurangan orang lain. Ketika asyik membeberkan kekurangan orang lain seakan lupa dengan kekurangan diri sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.” Syaikh Al-Qahthani dalam kitab Nuniyyah hal. 39 berkata:
Suatu hari Aisyah radhiyallahu’anha pernah berkata kepada Rasulullah SAW tentang Shafiyah bahwa dia adalah wanita yang pendek. Lalu beliau menegurnya: “Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan mengubah air laut itu.” (HR. Abu Dawud)
Sekadar menggambarkan bentuk tubuh seseorang saja sudah mendapat teguran keras dari Rasulullah, lalu bagaimana dengan menyebutkan sesuatu yang lebih keji dari itu? Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Yang dimaksud dengan ‘memakan daging-daging manusia’ dalam hadits ini adalah berbuat ghibah (menggunjing), sebagaimana permisalan pada surat Al-Hujurat ayat: 12 di atas. Dari sahabat Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar besarnya dosa besar) adalah memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.” (HR. Abu Dawud).
Dari ancaman yang terkandung dalam ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan ghibah ini termasuk perbuatan dosa besar, yang seharusnya setiap muslim untuk selalu berusaha menghindar dan menjauh dari perbuatan tersebut.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Demikian pula bagi siapa yang mendengar dan ridha dengan perbuatan ghibah maka hal tersebut juga dilarang. Semestinya dia tidak ridha melihat saudaranya dibeberkan aibnya. Dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti.” (HR. At-Tirmidzi)
Dia hendaknya menasihatinya, bukan justru ikut larut dalam perbuatan tersebut. Jika sekiranya ia tidak mampu mencegahnya dengan cara yang baik, maka hendaknya ia pergi dan menghindar darinya. Namun, bila ia ikut larut dalam perbuatan ghibah berarti ia pun ridha terhadap kemaksiatan.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kita yang kini hidup di era digital, sudah sewajarnya bersikap hati-hati. Tanpa memilah dan memilih, seseorang bisa terjerumus ke dalam ghibah modern.
Berapa banyak tayangan video, tulisan, dan siaran yang mengandung ghibah? Lalu apakah tidak dianggap lebih “buas” bila yang kita dengar, lihat, dan baca semuanya mengandung ghibah? Sangat boleh jadi kita mengalahkan rekor Sumanto.
Bahkan lebih dari itu, tangan kita ikut-ikutan berghibah. Bukankah kita, sering kurang puas dengan lisan, lalu menulis dan mengirim pesan di media sosial yang bermuatan ghibah?
Allah SWT mengingatkan bahwa kelak beberapa anggota tubuh kita akan menjadi saksi; lidah, tangan, kaki, dan kulit. “Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushshilat: 22).
Demikian khutbah singkat ini, semoga Allah SWT menjauhkan diri kita dari perbuatan ghibah dan selalu membimbing kita ke jalan-Nya yang lurus, yaitu jalan para nabi dan orang-orang salih terdahulu. Allahumma amin…
بارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ لَيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا
اللّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ