Jakarta|delinews24.net – Presiden Prabowo Subianto menggelar pertemuan strategis dengan seluruh pimpinan lembaga tinggi negara dan ketua umum partai politik di Istana Merdeka, Jakarta, pada Minggu (31/8/2025). Pertemuan puncak ini digelar untuk merespons dan meredakan ketegangan nasional menyusul gelombang demonstrasi yang menolak kenaikan tunjangan anggota DPR RI.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh seluruh pilar politik bangsa, menandai sebuah momentum konsolidasi yang langka. Tampak hadir Mantan Presiden sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, perwakilan Partai Demokrat, serta Sekjen PKS. Dari lembaga negara, hadir Ketua MPR Ahmad Muzani, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin.
Langkah Tegas terhadap Anggota DPR yang Kontroversial
Usai pertemuan, Presiden Prabowo dalam keterangan persnya menyampaikan sejumlah keputusan krusial. Ia mengonfirmasi bahwa para ketua umum partai telah mengambil langkah disiplin terhadap anggota fraksinya di DPR yang dinilai melakukan kekeliruan dan memicu kemarahan publik.
“Terhitung sejak hari Senin, 1 September 2025, terhadap anggota DPR masing-masing yang telah mungkin menyampaikan pernyataan-pernyataan yang keliru, para pimpinan partai telah mencabut keanggotaannya di DPR RI,” tegas Prabowo.
Langkah ini mengonfirmasi keputusan PAN dan NasDem yang lebih dulu menonaktifkan empat anggotanya, yaitu Eko Patrio, Uya Kuya, Ahmad Sahroni, dan Nafa Urbach, akibat pernyataan dan tindakan yang dinilai tidak sensitif.
Pencabutan Kebijakan dan Moratorium
Lebih jauh, Presiden menyatakan bahwa pimpinan DPR juga akan mencabut sejumlah kebijakan yang menjadi sumber protes masyarakat. “Para pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja ke luar negeri,” ucap Prabowo.
Keputusan ini merupakan respons langsung terhadap tuntutan utama para demonstran yang menilai kebijakan DPR tidak aspiratif di tengah kondisi ekonomi masyarakat.
Menghormati Aspirasi, Menindak Anarki
Di tengah komitmennya untuk mendengarkan suara rakyat, Presiden Prabowo dengan tegas membedakan antara penyampaian pendapat yang damai dan tindakan anarki. Ia menegaskan bahwa kebebasan berpendapat dijamin oleh undang-undang dan instrumen internasional.
“Saudara-saudara sebangsa setanah air… Negara menghormati dan terbuka terhadap kebebasan penyampaian pendapat dan aspirasi yang murni dari masyarakat,” katanya.
Namun, Prabowo memberikan peringatan keras terhadap tindakan yang melampaui batas. “Kita tidak dapat pungkiri bahwa sudah mulai kelihatan gejala adanya tindakan-tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan ada yang mengarah kepada makar dan terorisme.”
Ia menginstruksikan aparat keamanan untuk bertindak tegas. “Kepada pihak kepolisian dan TNI, saya perintahkan untuk mengambil tindakan yang setegas-tegasnya terhadap segala macam bentuk pengerusakan fasilitas umum, penjarahan… sesuai dengan hukum yang berlaku.”
Panggilan untuk Dialog dan Persatuan
Presiden juga meminta DPR untuk membuka ruang dialog langsung dengan berbagai elemen masyarakat. “Saya juga akan meminta pimpinan DPR untuk langsung mengundang tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh mahasiswa… supaya bisa diterima dengan baik dan langsung berdialog.”
Pidato Presiden ditutup dengan seruan untuk menjaga persatuan nasional. “Mari kita jaga persatuan nasional, Indonesia di ambang kebangkitan… Semangat kita dari nenek moyang kita adalah gotong royong. Marilah kita bergotong royong, menjaga lingkungan kita, menjaga keselamatan semua keluarga kita, menjaga tanah air kita.”
Pertemuan ini mengirim sinyal kuat bahwa pemerintah dan seluruh elite politik menyadari gravitasi krisis kepercayaan ini dan berkomitmen untuk mengambil langkah korektif yang nyata guna memulihkan kepercayaan publik.