Example floating
Example floating
FenomenaKesehatan

Psikolog UNISA Beberkan 3 Alasan Karyawan ‘Skill Biasa’ Suka Pamer Pekerjaan di Medsos”

119
×

Psikolog UNISA Beberkan 3 Alasan Karyawan ‘Skill Biasa’ Suka Pamer Pekerjaan di Medsos”

Share this article
Dari Rasa Tidak Aman Hingga Narsistik: Ini Penyebab Karyawan Gemar Pamer di Media Sosial

delinews24.net – Fenomena karyawan dengan keterampilan biasa-biasa saja yang aktif memamerkan pekerjaan di media sosial (medsos) seperti LinkedIn, Instagram, atau Twitter kini ramai diperbincangkan. Menurut Dosen Psikologi UNISA Yogyakarta, Ratna Yunita Setiani Subardjo, perilaku ini dapat dijelaskan melalui tiga faktor psikologis berikut:

  1.  Kompensasi atas Rasa Tidak Percaya Diri
    Berdasarkan teori kompensasi Alfred Adler, individu yang merasa kurang mampu di satu bidang cenderung menutupinya dengan menonjolkan aspek lain.”Karyawan yang merasa skill-nya biasa saja mungkin kurang percaya diri di tempat kerja. Mereka lalu mengompensasinya dengan pamer pencapaian di medsos agar dianggap kompeten,” jelas Ratna kepada Kompas.com (2/8/2025).Contoh: Memposting rapat sepele seolah proyek besar, atau mengunggah sertifikat pelatihan dasar berulang kali.
  2. Lapis Kedua: Haus Pengakuan Sosial
    Manusia memiliki kebutuhan dasar untuk diakui (need for appreciation). Karyawan yang merasa kurang dihargai di dunia nyata mungkin mencari validasi melalui likes dan komentar di medsos.
    “Di kantor mungkin ia tidak diperhatikan, tapi di medsos ia bisa dapat pujian seperti ‘Wih keren banget kerjamu!’” tambah Ratna.
  3. Kecenderungan Narsistik
    Faktor terakhir adalah narsisme, yaitu kebutuhan berlebihan akan pujian dan perhatian.
  4. “Individu narsistik kerap membangun citra overachiever di medsos. Padahal, realitanya biasa saja,” paparnya.

Ciri khas:

Posting pekerjaan non-esensial dengan hashtag #HustleCulture

Sering membandingkan diri dengan orang lain (social comparison)

Memoles minor achievement seolah pencapaian besar

Dampak Negatif yang Perlu Diwaspadai

Ratna mengingatkan, kebiasaan ini bisa berbalik merugikan karena:
⚠️ Memicu kecemburuan sosial
⚠️ Membuat performa kerja sebenarnya terabaikan
⚠️ Risiko burnout demi konten yang aesthetic

Solusi Sehat Menurut Psikolog

Bagi karyawan yang merasa terjebak dalam siklus ini, Ratna menyarankan:
✅ Fokus pengembangan skill nyata, bukan pencitraan
✅ Cari validasi dari hasil kerja konkret, bukan medsos
✅ Evaluasi motivasi: “Posting untuk inspirasi atau sekadar pamer?”

Example 120x600