Deli Serdang – Di balik statistik kasus HIV yang terus bergerak, kelompok-kelompok komunitas justru menjalankan kerja nyata. Tanpa sorotan publik, mereka secara aktif mengetuk pintu, mendampingi kelompok berisiko untuk berani tes, dan memastikan Orang dengan HIV (ODHIV) tetap patuh menjalani pengobatan ARV. Tantangan terberat bukan sekadar virus, melainkan stigma dan diskriminasi yang sering kali muncul dari lingkungan terdekat.
Fakta tersebut mengemuka dalam acara Diseminasi Dokumen Strategis Program HIV Kabupaten Deli Serdang yang digelar di VOC Café, 2 Desember 2025. Forum ini tidak hanya memaparkan data, tetapi juga menegaskan bahwa pemerintah membutuhkan kolaborasi erat dengan komunitas untuk menanggulangi HIV secara efektif.

Perwakilan organisasi masyarakat sipil, pendamping komunitas, perangkat daerah, akademisi, media lokal, serta Deli Serdang Task Force (DSTF) hadir dalam ruang dialog yang difasilitasi oleh PKBI Sumatera Utara tersebut. Mereka bersama-sama menyepakati arah kebijakan penanggulangan HIV di Deli Serdang agar bergerak selaras. Acara ini juga mengumumkan sepuluh dokumen strategis yang mencakup rancangan struktur KPA Kabupaten, kelayakan swakelola tipe III, dokumen anggaran HIV, rekomendasi desa prioritas, serta hasil temuan lapangan dan kajian nasional sebagai dasar intervensi lokal.
Dokumen-dokumen tersebut tim susun sepanjang tahun berdasarkan kajian organisasi masyarakat sipil, pemetaan lapangan di enam desa prioritas, analisis kelembagaan, dan koordinasi multisektor. Tujuannya jelas: memberi landasan kuat bagi perencanaan program HIV Deli Serdang periode 2026–2028 yang berbasis data dan berfokus pada kebutuhan riil masyarakat.
Di balik semua data dan kerangka kebijakan, forum ini menyuarakan pesan utama: komunitas merupakan jantung penanggulangan HIV. Selama ini, organisasi berbasis komunitas berada di garda depan dengan:
- Menjangkau kelompok berisiko yang sulit diakses layanan formal,
- Memotivasi mereka untuk melakukan tes dan mengetahui status kesehatan,
- Mendampingi proses pengobatan ARV,
- Serta memastikan ODHIV tidak putus pengobatan.
Kapasitas strategis ini hanya dapat berjalan optimal ketika komunitas mendapatkan ruang, dukungan, dan pengakuan resmi. Oleh karena itu, salah satu dokumen kunci yang tim bahas secara khusus berfokus pada penguatan social contracting—sebuah mekanisme yang memungkinkan pemerintah menggandeng organisasi masyarakat sipil sebagai mitra program. Kolaborasi semacam ini menegaskan bahwa keberhasilan penanggulangan HIV bergantung pada kemitraan yang saling melengkapi antara pemerintah dan komunitas.
“Tanpa komunitas, upaya penjangkauan tidak akan jalan. Tanpa komunitas, retensi pengobatan mustahil kita pertahankan. Dan tanpa kolaborasi, pemerintah tidak dapat memutus rantai penularan,” ungkap salah satu pembicara dalam diskusi.
Selain itu, forum ini menyoroti urgensi pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten sebagai badan koordinasi resmi. Kehadiran KPA akan mendorong sinkronisasi kerja perangkat daerah, penyusunan anggaran terarah, serta strategi komunikasi publik bersama Dinas Komunikasi dan Informatika untuk menghapus stigma.
Melalui pertemuan ini, Deli Serdang menyampaikan pesan tegas: penanggulangan HIV bukan sekadar urusan medis, melainkan juga kerja sosial, kerja komunitas, dan kerja kebijakan yang harus bergerak bersama.
Dengan duduk bersama satu meja, menyelaraskan visi dan komitmen, Kabupaten Deli Serdang mengambil langkah strategis untuk memastikan dokumen-dokumen itu tidak hanya menjadi arsip, tetapi diterjemahkan menjadi aksi nyata di lapangan—membangun sistem yang inklusif, responsif, dan melindungi semua orang tanpa diskriminasi.
Pada akhirnya, perjuangan melawan HIV bukan hanya tentang menekan angka, tetapi tentang memanusiakan manusia.(antono)













