Entah keberapa kali,
pertanyaan acak sembilu meratap,
menyumbul seakan terus saja menetap,
enggan beranjak sekalipun ingin lenyap,
“Ah, sebenarnya hidup itu untuk apa?”.
Bukankah kita membutuhkan perayaan?
sekalipun sunyi dan sendiri,
berkutat karena intervensi,
sedang rindu hanya tentang bagaimana
caramu mengucap sendu.
Pudarlah!
amarah yang menenggelamkan segala logika,
pun rindu yang kian mengabu serupa ragu,
aku hanya berharap kita bertemu bukan halnya tamu.
Ada pekik lantang suara berhembus,
berujar setiap amarah berlandas lara yang tak terluruh,
bukankah rindu hanya kian menusuk?
duhai damai yang kunanti,
dapatkah terpatri dalam hati yang tak lagi tahu apa yang diingini.