Deli Serdang – Menyambut peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) 1 Desember 2025 yang mengusung tema nasional “Bersama Hadapi Perubahan: Jaga Keberlanjutan Layanan HIV”, berbagai pihak terus mendorong peningkatan kepedulian publik, terutama dalam memerangi stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV (ODHIV). Tema nasional ini sejalan dengan pesan utama Kementerian Kesehatan yang menekankan pentingnya layanan HIV yang inklusif, tangguh, dan bebas stigma.
Di tengah perubahan situasi sosial dan tantangan layanan kesehatan, stigma masih menjadi hambatan terbesar dalam upaya penanggulangan HIV. Hal ini disampaikan oleh Antono, seorang aktivis dan pemerhati HIV, saat diwawancarai pada Minggu 30 November 2025.
Menurutnya, stigma dan diskriminasi di masyarakat justru muncul bukan karena HIV itu sendiri, melainkan karena minimnya pemahaman, kurangnya edukasi, serta masih kuatnya mitos dan ketakutan lama yang tidak sesuai dengan fakta kesehatan saat ini.
“Stigma itu tumbuh karena orang tidak tahu. Banyak yang masih mengira HIV identik dengan moral, hukuman, atau penyakit mematikan. Padahal dengan pengobatan ARV yang teratur, ODHIV bisa sehat, produktif, bekerja, dan hidup normal seperti orang lain, bahkan tidak menularkan ke orang lain,” ujar Antono.
Ia menambahkan bahwa diskriminasi yang dialami ODHIV—mulai dari pengucilan sosial, penolakan layanan, hingga kekerasan verbal dari lingkungan terdekat—sering kali meninggalkan luka yang lebih berat dibandingkan penyakitnya.
“Yang membuat banyak orang takut tes HIV bukan hasilnya, tapi perlakuan buruk setelah orang lain tahu status mereka. Inilah yang harus kita ubah bersama,” tegasnya.
Peringatan HAS 2025, lanjut Antono, menjadi momentum penting untuk mengajak pemerintah daerah, fasilitas kesehatan, komunitas, dan masyarakat luas untuk memperkuat keberlanjutan layanan HIV yang ramah, aman, dan bebas stigma.
“Kalau layanan HIV ingin bertahan, masyarakat harus dilibatkan. Edukasi harus diperkuat, dan lingkungan sosial harus menjadi tempat yang aman, bukan menakutkan. Perubahan itu harus dimulai dari kita semua,” jelasnya.
Aktivis tersebut juga menekankan bahwa mencapai target Indonesia tanpa AIDS tahun 2030 hanya bisa dilakukan bila semua pihak bersatu menghadapi perubahan, sebagaimana pesan kunci HAS 2025 mengenai perlunya respon HIV yang tangguh, inklusif, dan kolaboratif.
Di akhir wawancara, Antono mengajak masyarakat untuk tidak lagi takut berbicara tentang HIV.
“Semakin kita diam, semakin stigma itu menguat. Tetapi semakin kita paham, semakin banyak nyawa yang bisa kita selamatkan,” tutupnya.
Peringatan Hari AIDS Sedunia tahun ini diharapkan menjadi titik balik bagi peningkatan literasi publik serta penguatan kolaborasi lintas sektor, demi menjamin tidak ada seorang pun tertinggal dalam akses layanan HIV yang berkualitas dan manusiawi.













