delinews24.net – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) meluncurkan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gemapatas) 2025 sebagai solusi mengatasi sengketa tanah akibat ketidakjelasan batas kepemilikan. Acara yang dipimpin langsung oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Kamis (7/8/2025), menekankan urgensi pemasangan patok batas tanah untuk mencegah tumpang tindih klaim.
Sertifikat KW 456: Warisan Masalah yang Memicu Konflik
Nusron mengungkapkan, salah satu akar konflik tanah adalah sertifikat model KW 456—dokumen kepemilikan lama tanpa peta jelas yang hanya mengandalkan garis imajiner dan kesaksian. “Di Jateng saja, 2,4 juta bidang tanah masih pakai sertifikat ini. Jika saksi sudah meninggal atau disuap, bagaimana membuktikan batasnya?” tegasnya.
Ia meminta kepala desa aktif mengedukasi warga untuk memutakhirkan sertifikat ke sistem digital di kantor BPN setempat. Namun, Nusron juga mengingatkan bahwa tidak semua tanah bisa disertifikatkan, terutama di kawasan hutan, sempadan sungai, dan pantai yang merupakan aset negara. “Warung di sempadan sungai dikasih sertifikat, itu sebab banjir di mana-mana,” sindirnya.
Target 14,4 Juta Hektar Tanah yang Belum Bersertifikat
Data ATR/BPN menunjukkan, dari 70 juta hektar Area Penggunaan Lain (APL/non-hutan) di Indonesia, 14,4 juta hektar belum memiliki sertifikat. “Gemapatas hadir untuk menyelesaikan ini. Masyarakat harus terlibat pasang patok batas agar tidak ada lagi sengketa,” jelas Nusron.
Gerakan ini akan menggandeng tokoh masyarakat, pemuda, dan pemda untuk memetakan batas tanah secara partisipatif. Teknologi drones dan GIS juga akan digunakan untuk memastikan akurasi pengukuran.
Antisipasi Penyimpangan dan Solusi Jangka Panjang
Nusron mengakui tantangan implementasi Gemapatas, termasuk:
- Potensi suap dalam proses pengukuran.
- Literasi hukum warga yang rendah tentang pentingnya batas tanah.
- Keterbatasan anggaran untuk percepatan sertifikasi.
Untuk itu, ATR/BPN akan membuka posko pengaduan dan memaksimalkan kolaborasi dengan KPK untuk mengawasi integritas proses.
Respons Pemda dan Masyarakat
Bupati Hj Yuli Hastuti SH menyambut positif Gemapatas, menyebut program ini bisa mengurangi 70% sengketa tanah di wilayahnya. “Dengan patok batas jelas, tidak ada lagi tetangga berebut pagar,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Ahli Pertanahan Indonesia (AAPI) Dr. Rina Dewi menyarankan agar Gemapatas dibarengi dengan revisi UU Pertanahan untuk mengakomodasi kepemilikan tanah adat dan reformasi agraria.
Apa Langkah Selanjutnya?
- Sosialisasi masif ke 75.000 desa tentang prosedur pemasangan patok.
- Pelatihan petugas ukur berbasis teknologi digital.
- Audit sertifikat KW 456 prioritas di daerah rawan konflik seperti Jawa dan Sumatera.