Jakarta | delinews24.net – LBH Jakarta: Semua Paslon Pilgub Jakarta Tak Paham Jakarta 100 Persen. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) menyoroti debat Paslon Pilgub Jakarta yang dilaksanakan pada hari Minggu, (06/10/2024) kemarin yang mengangkat tema “Penguatan Sumber Daya Manusia dan Transformasi Jakarta menjadi Kota Global.”
Dalam rilis pers Nomor 348/RILIS-LBH/X/2024 yang dikeluarkan hari ini, Senin (07/10/2024) mereka menilai seluruh paslon tidak menawarkan solusi konkret yang berbasis masalah Jakarta.
Menurut LBH Jakarta seharusnya seluruh paslon mampu menawarkan solusi yang demokratis dan berbasis ilmu pengetahuan terkait dengan berbagai permasalahan yang masih menjerat Jakarta.
Sekedar jargon demi elektabilitas
Entah apa yang menjadi tujuan para calon pemimpin saat ini yang seringkali mengusung program ‘ngambang’. Sudah jelas Jakarta itu mengalami penurunan kualitas udara terus menerus, ancaman penggusuran dan jaminan hak hunian yang menghantui warga, penguasaan air bersih dari golongan tertentu sampai masalah banjir yang tak kunjung selesai, namun para paslon ‘cari aman’ dengan mengusung program yang justru kehilangan konteks dari kebutuhan warga Jakarta itu sendiri.
RK-Suswono ingin bangun budaya Betawi
Alih-alih bicara penanganan masalah jaminan tempat tinggal, pasangan 01 RK-Suswono malah bicara tentang membangun budaya Betawi. Padahal justru penggusuran paksa mengancam kampung-kampung Betawi seperti Petukangan di Jakarta Selatan. Kampung Petukangan kini telah berubah menjadi jalan tol. Itu jauh lebih penting karena dengan hal itu otomatis juga akan memelihara budaya Betawi dengan sendirinya.
Dharma-Kun fokus buat alur aliran air hujan
Pasangan 02 Dharma-Kun lebih mending karena masih aware tentang masalah banjir. Tapi bagaimana cara mereka untuk menanganinya bagi LBH Jakarta masih kurang tepat. Masalah banjir yang seolah tiada putusnya bukan hanya sekedar masalah manajerial air hujan serta luapan air sungai tapi juga masalah struktural dan banjir kiriman dari hulu yang memiliki dataran yang lebih tinggi seperti Bogor.
Bukan rahasia lagi pembangunan hunian dan resort wisata di sana lagi ‘galak-galaknya’ dikerjakan oleh para pemodal. Mengorbankan hutan sudah pasti jadi pilihan mengakibatkan wilayah resapan semakin berkurang. Belum lagi buruknya konsep penataan ruang yang seringkali bertentangan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan.
Pramono-Karno tawarkan Benyamin Sueb Award
Lain lagi paslon 03 Pramono-Karno yang mengusung konsep Benyamin Sueb Award. Penghargaan yang diletakkan diluar makna dan konteksnya. Seharusnya justru semangat Benyamin Sueb yang melawan ketimpanganlah yang menjadi landasan pengambilan kebijakan sehingga warga Jakarta dapat merasakan keadilan yang konkret dan tepat sasaran.
Miskonsepsi budaya patriarki
Dalam konteks debat masalah kesetaraan gender, kekerasan terhadap perempuan anehnya tidak dielaborasi. Padahal ada 1682 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dicatat oleh PPA DKI Jakarta sepanjang tahun 2023.
Konsep abstrak Dharma-Kun
Tampaknya tak satupun paslon yang memahami dengan benar yang disebut dengan keadilan gender, termasuk pasangan Dharma-Kun. Untuk mengikis kesenjangan akses antara laki-laki dan perempuan pasangan ini menekankan pentingnya adab tanpa parameter yang jelas.
Padahal konsep adab dalam budaya patriarki justru membatasi ruang gerak kebebasan bagi perempuan.
Pendidikan politik ala RK-Suswono
Pasangan RK-Suswono sebaiknya lebih jelas jika mengusung konsep pendidikan politik bagi perempuan karena dikhawatirkan hanya akan melahirkan ruang-ruang formil tanpa dukungan sistematis yang dapat mengeluarkan perempuan keluar dari belenggi patriarki.
Job Fair perempuan kata Pramono-Karno
Solusi tak jelas dari pasangan Pramono-Karno itu justru melahirkan pertanyaan tentang jaminan ruang aman dan akses yang layak bagi perempuan alih-alih melepas jerat budaya patriarki dalam setiap ruang kegiatan perekonomian dimana perempuan seringkali menjadi objek ketidakadilan.
Integrasi transportasi by ‘omon-omon’
RK-Suswono sebelumnya sudah membocorkan konsep transportasi Jakarta masa depan lewat beberapa pertemuan dan wawancara cegat yaitu river way. Tapi tentu saja harus melalui kajian akademis yang komprehensif karena belum tentu masyarakat memerlukannya. Justru malah akan berpotensi masalah yang baru bagi masyarakat yang mendiami Daerah Aliran Sungai seperti polusi dan gangguan terhadap keseimbangan alam.
Semua paslon tak mampu memahami permasalahan empirik yang ada di Jakarta dan gagal menghadirkan perdebatan yang konstruktif sebagai sarana edukasi publik guna mencari solusi penyelesaian masalah Jakarta.
Yang dilakukan malah membangun narasi normatif tanpa uraian yang jauh lebih kompleks dan proporsional dari perspektif sosial-budaya.
Lihatlah bagaimana orang-orang dengan seenaknya merampas jalur trotoar bagi disabilitas, kemudian jalur pesepeda yang semakin lama semakin sedikit digunakan karena tidak adanya jaminan keselamatan.
Belum lagi keterbatasan armada transportasi publik yang berpotensi pelecehan, kekerasan, kriminal dan cedera karena masyarakat pengguna harus berdesak-desakan untuk dapat masuk di dalamnya.