delinews24.net – Lini masa media sosial Thread ramai membahas fenomena anak yang dijadikan “sapi perah” oleh orangtua, terutama setelah viralnya kasus seorang anak yang kabur dari rumah karena penghasilannya habis untuk membayar cicilan orangtua. Namun, kasus ini bukanlah yang pertama. Kisah Farel, penyanyi cilik yang pendapatannya habis digunakan orangtuanya, kembali mencuat sebagai contoh nyata eksploitasi finansial pada anak.
Farel Penyanyi Cilik: Ketika Popularitas Jadi Beban
Farel, yang sempat meroket namanya sebagai penyanyi cilik, dikabarkan tidak menikmati hasil jerih payahnya sendiri. Orangtuanya menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk membayar utang. Kasus ini menyadarkan publik bahwa eksploitasi finansial pada anak bisa terjadi bahkan di kalangan selebritas.
“Anak-anak seperti Farel seringkali tidak punya pilihan. Mereka terjebak antara kewajiban membantu keluarga dan keinginan untuk menikmati masa kecilnya,” kata Danti Wulan Manunggal, Psikolog dari Ibunda.id.
Mengapa Anak Dianggap “Sarang Madu”?
Menurut para psikolog, fenomena ini dipicu oleh beberapa faktor:
- Kondisi Ekonomi Keluarga yang Sulit, Anak dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan biaya sekolah.
- Ketidakmampuan Orangtua Bekerja, Orangtua yang sakit, lanjut usia, atau pengangguran seringkali mengandalkan anak sebagai pencari nafkah utama.
- Tekanan Budaya dan Lingkungan, Di beberapa budaya, anak pertama diharapkan menjadi tulang punggung keluarga.
- Pola Asuh Utilitarian, Orangtua melihat anak sebagai “investasi” yang harus menghasilkan uang.
Dampak Psikologis yang Memprihatinkan
Ratna Yunita Setiani Subardjo, Dosen Psikologi UNISA Yogyakarta, menjelaskan bahwa eksploitasi finansial bisa menyebabkan:
- Stres dan tekanan berlebihan karena anak harus memenuhi ekspektasi orangtua.
- Gangguan perkembangan psikososial, seperti kesulitan membangun identitas diri.
- Trauma jangka panjang, yang mungkin terbawa hingga dewasa dan terulang pada generasi berikutnya.
“Anak-anak ini berisiko mengulangi pola yang sama saat mereka menjadi orangtua. Mereka tumbuh dengan keyakinan bahwa anak adalah sumber penghasilan,” tambah Danti.
Solusi: Keseimbangan Tanggung Jawab dan Hak Anak
Kedua psikolog sepakat bahwa orangtua perlu:
✔ Membagi tanggung jawab finansial secara adil tanpa membebani anak.
✔ Memberi ruang bagi anak untuk tumbuh dan berkembang tanpa tekanan.
✔ Memastikan anak tetap merasakan masa kecilnya, meski dalam kondisi ekonomi sulit.
Ratna menegaskan, “Setiap anak berhak merdeka. Mereka bukan mesin ATM, melainkan individu yang perlu dikembangkan potensinya.”
Catatan Redaksi:
- Kasus Farel dan viralnya Thread tentang “anak sapi perah” menunjukkan bahwa eksploitasi finansial pada anak masih marak terjadi
- Perlunya regulasi yang lebih ketat untuk melindungi penghasilan anak di industri hiburan.
- Jika Anda atau orang terdekat mengalami situasi serupa, konsultasikan dengan psikolog atau lembaga perlindungan anak terdekat.