Internasional – Menurut juru bicara Gedung Putih Caroline Leavitt, mantan Presiden AS Donald Trump yakin bahwa iPhone bisa diproduksi di Amerika Serikat. Trump berargumen bahwa AS memiliki tenaga kerja, sumber daya, dan kemampuan manufaktur yang memadai untuk mewujudkannya.
Namun, apakah rencana ini realistis? CEO Apple, Tim Cook, telah menjelaskan mengapa China masih menjadi pusat produksi utama Apple—bukan hanya karena biaya tenaga kerja murah, tetapi karena keahlian teknis dan infrastruktur manufaktur yang jauh lebih maju.
Mengapa China Masih Jadi Pusat Produksi Apple?
1. Keahlian Teknis yang Sulit Ditandingi
Tim Cook pernah menyatakan bahwa China bukan lagi negara dengan upah buruh termurah, melainkan pusat teknologi manufaktur canggih.
“Alasan kami berproduksi di China bukan sekadar soal biaya tenaga kerja, tapi karena keahlian teknis, peralatan presisi tinggi, dan kemampuan manufaktur yang sulit ditemukan di tempat lain,” ujar Cook.
Dia menambahkan:
- Di AS, sulit mengumpulkan insinyur manufaktur secukupnya untuk memenuhi kebutuhan produksi massal.
- Di China, ribuan insinyur berpengalaman siap mendukung produksi Apple.
2. Infrastruktur dan Rantai Pasok yang Lebih Efisien
China memiliki:
- Pabrik-pabrik berteknologi tinggi yang terintegrasi dengan baik.
- Rantai pasok komponen elektronik yang lengkap dan cepat.
- Kemampuan produksi massal dengan presisi tinggi—krusial untuk produk seperti iPhone.
3. Dampak Tarif Trump terhadap Harga Gadget
Jika Apple memindahkan produksi iPhone ke AS:
- Biaya produksi akan melonjak karena upah buruh dan biaya operasional lebih tinggi.
- Harga iPhone bisa naik signifikan, seperti yang terjadi saat Trump menerapkan tarif impor terhadap produk China.
Apakah Produksi iPhone di AS Mungkin Terwujud?
Kendala Utama:
- Kekurangan SDM Ahli – AS tidak memiliki cukup insinyur manufaktur berkualitas tinggi.
- Biaya Lebih Tinggi – Upah buruh AS jauh lebih mahal daripada di China.
- Ketergantungan pada Rantai Pasok China – Banyak komponen iPhone masih diproduksi di Asia.
Peluang (Jika Ada Investasi Besar):
- Pemerintah AS bisa memberikan insentif seperti tax break atau subsidi.
- Pelatihan massal tenaga kerja untuk meningkatkan keahlian manufaktur.
- Kolaborasi dengan perusahaan teknologi AS seperti Intel atau Tesla yang punya pengalaman produksi canggih.
Kesimpulan: China Masih Rajanya, AS Butuh Waktu Lama untuk Menyaingi
Meski Trump percaya AS bisa memproduksi iPhone, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa China masih jauh lebih unggul dalam hal teknologi manufaktur, infrastruktur, dan efisiensi biaya.
Jika Apple benar-benar memindahkan produksi ke AS, harga iPhone pasti akan naik, dan itu bisa berdampak pada penjualan. Untuk saat ini, China tetap menjadi pusat produksi utama Apple, sementara AS masih harus berinvestasi besar-besaran untuk mengejar ketertinggalan.